Monday, April 7, 2008

BENCANA LUMPUR LAPINDO DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN NEGARA

From : http://www.itjen.depkeu.go.id/TW07_LumpurLapindo.asp

BENCANA LUMPUR LAPINDO DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN NEGARA
Bencana yang terjadi memiliki dampak yang harus diperhatikan olah instansi terkait, dalam hal ini Direktorat PBB Sebagaimana diketahui bahwa bencana alam yang ada di Sidoarjo yang sering disebut dengan bencana alam “LAPINDO” akibat dari kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, ternyata berdampak kepada masalah lainnya yaitu masalah sosial, ekonomi, lingkungan, dan hukum.Dari perspektif Keuangan Negara dalam hubungannya dengan tugas dan fungsi Departemen Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak terjadinya bencana “LAPINDO” membawa dampak yang cukup besar dalam hal Penerimaan Negara, yaitu tidak berfungsinya aktivitas ekonomi dari beberapa sentra industri perumahan penduduk. Dengan demikian sudah dapat diperkirakan bahwa Penerimaan Negara dari sektor pajak juga mengalami penurunan.Dari perspektif penerimaan pajak khususnya Pajak Bumi dan Bangunan perkiraan penurunan PBB akan mengalami penurunan yang sangat tajam karena daerah bencana “LAPINDO” adalah daerah/kawasan industri dan perumahan/perkotaan serta pertanian/pedesaan.PT. LAPINDO sebagai pelaku utama dan bertanggung jawab dalam menanggulangi bencana tersebut, sudah sepantasnya memberikan perhatian yang serius dan mengambil langkah konkrit yang secara hukum dapat dipertanggungjawabkan. Dari sisi pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan, khususnya Direktorat Jendral Pajak kiranya juga mengambil langkah konkrit dalam hal perpajakan sebagai wujud keprihatinan terhadap penderitaan korban LAPINDO.
Langkah yang diambil Direktorat Jendral Pajak diharapkan mampu memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak tanpa harus yang bersangkutan mengajukan permohonan, antara lain: mengurangi/menghapuskan utang/tunggakan PBB yang ada pada basis data atau pencatatan pada Kantor Pelayanan Pajak/PBB.Lain halnya dengan penerimaan negara dari BPHTB kiranya memerlukan pemikiran yang mendalam -, mengingat dalam perkembangannya PT. LAPINDO Brantas telah melakukan pembayaran atas tanah yang terkena bencana sehingga terjadi transaksi jual beli atas tanah meskipun sistem pembayarannya dilakukan secara bertahap.Memperhatikan begitu luasnya areal yang terkena bencana, maka menjadi pertanyaan bagi kita, apakah luas areal yang telah dilakukan pembayaran oleh PT. LAPINDO Brantas telah dilakukan inventarisasi hak kepemilikan/penguasaan atas tanah, pemetaan dan penilaiannya oleh Ditjen Pajak pada umumnya dan KPPBB Sidoarjo pada khususnya. Langkah ini sangat penting karena merupakan wujud nyata Departemen Keuangan membantu pemerintah dan atau PT. LAPINDO Brantas dalam menyelesaikan masalah hak atas tanah warga/penduduk.Besarnya transaksi jual beli atau pengalihan hak dalam bentuk lainnya –sebagai obyek BPHTB-, kiranya KPPBB Sidoarjo aktif melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat –dalam hal ini Kantor Wilayah Badan Pertanahan atau Kantor Pendaftaran Tanah- serta PT. LAPINDO Brantas untuk memastikan:Apakah pembayaran atas tanah yang dilakukan oleh PT.
LAPINDO Brantas merupakan suatu bentuk transaksi jual beli atas tanah atau merupakan bentuk pembebasan hak atas tanah sebagaimana dikenal dalam konsep pengembang.Hal ini sangat perlu mengingat bahwa dari pembayaran atas konsep jual beli atau konsep pembebasan hak atas tanah, sesungguhnya memiliki kewajiban pembayaran BPHTB meskipun perbedaannya hanya dalam hal waktu pengenaan saja.Secara konsepsi teoritis, bahwa jual beli dan pembebasan atas tanah (dengan ganti rugi) yang dilakukan oleh PT. LAPINDO Brantas terhadap hak penguasaan atas tanah yang dikuasai oleh warga/penduduk akan menimbulkan akibat hukum yaitu beralihnya hak penguasaan atas tanah kepada si pembeli atau yang melakukan pembebasan.Konsep tersebut masih cukup relevan walaupun beberapa ahli planologi berpendapat bahwa akan terjadi penurunan permukaan tanah atau menjadi bentuk danau yang dalam, karena kegiatan eksplorasi PT. LAPINDO Brantas masih berlaku dan memiliki nilai ekonomis, baik dari sisi transaksi penjualan saham maupun kegiatan eksplorasinya di kemudian hari.Berdasarkan konsep teoritis tersebut, KPPBB Sidoarjo sebaiknya melakukan langkah konkrit minimal yaitu mneginventarisasi data atas wilayah bencana yang kemungkinan besar hak penguasaannya akan berada pada PT. LAPINDO Brantas sebagai bahan/data bagi Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Keuangan dalam rangka pengambilan kebijakan terkait dengan kewajiban BPHTB. (IRBID III)

No comments: